Skip to main content

Home

Like a slab to the footings
So close and load-bearing
Slightly ajar for a little movement
For the earth is sometimes shaken, with emotion
So it won’t break; a fallen heaven

Like columns to the beams
One keeps standing
so the other can keep hanging
shouldn’t be too close, less its superfluous
shouldn’t be too far, for the span isn’t limitless
they must meet at an accurate angle
knotted with bolt, nuts and dowel
bonding into one composition, like angels
with wings to the body, yet invisible

Like walls to the windows and doors
There’ll be neither without
Though, must not always be with

Like rafters to the roof
Hold it at a distance in the drove
Layered with a fiberglass insulation
Warm, tight like a blanket of love
Concealed; an undercover peace dove
to the gutters that keep them waterproof

Nay, neither should move nor be removed.


Comments

Popular posts from this blog

Ketukan

Diketuk kamar hati.... Dari jendela rasa Ku intai wajah tamu Kamu rupanya Mengapa kamu datang? Hadirmu tiada aku undang Aku larikan renung Dari wajah kamu yang mendung Tidak aku tidak, mahu memandang Tapi mengapa? Mengapa di hati wajah terbayang? Diketuk kamar hati... Tidak aku tidak, buka pintunya lagi Kerana bersama kamu, tiada hadir pasti Bahawa seruang kecil hati ini Bisa kamu miliki. -kiambang- 06082008 :: Sebuah puisi lama, ketemu dalam nota...

aku yang rindu

apa khabar bangsaku sayup suara kau lagukan bernada sayu apa berita gembira dicanang hanya palsu gembar-gembur anakmu menjadi wira melayu apa semua hanya tokong batu sekadar gah untuk sejeda waktu lalu dikubur di dalam kuil berdebu dari intaian rindu aku menatap redup wajahmu mamanggil ratap pada belikat cita-cita yang ranap dipendam mimpi menjadi misteri menjelma karutan mistik nan ngeri tamadun menua tanpa jiwa ruhmu koma dalam dakapan masa tinggal jasad kosong tiada makna keris sakti sekadar pusaka tersisip rapi tiada gunanya pundak mu tegak tak mampu berpencak wajahmu mu segak tingkahmu tidak bijak suara mu lunak lagumu tidak enak ke mana gah keramat dicampak mengapa sumpah tidak ditebak gemiring air matamu tak terseka mengapa dibiar laknat menyiksa sedang kau punya asa dan daya menyeru pulang ruhmu nan mulia pangku wajahmu nan layu tak ke puncak ratapmu itu andai ayun langkah tidak menyatu bangsaku teriakmu biar gentar beribu batu khidmatmu biar ke segenap benua bertamu namun jang

Ayah

Malam-malam yang kelam Degil mata tidak mahu pejam Dipasak anak mata pada atap berwarna suram Direnung dinding kayu berselumbar tajam Ditatap almari kelabu bercorak hitam Dibolak balik badan di atas tilam Ayah masih berjaga di larut malam Semalam, ayah melakar sebuah kisah Sekajang memoir bertinta darah Seraut perjuangan menjadi sejarah Namun, sejarah itu menjadi khazanah Tersimpan di cerok rumah Terkambus dan tetimbus dek tanah Tanpa cangkul di tangan Ayah mengali semula kenangan Berputar ligat di enjin fikiran Menyelak helai-helai perjuangan Merungkai simpul-simpul pengorbanan Mengusap luka-luka yang terkesan Bukti cinta yang tak dimengertikan Pada lewat usia meniti senja Ayah menyaksi negara merdeka Dari sebangsa kini tiga warna Dari berbasikal kini berkereta Dari tanah merah kini jalan raya Dari rumah papan kini berbatu bata Ayah kerut dahi tertanya-tanya Apa ini benar-benar kita? Pada lewat usia meniti senja Ayah menyaksi anak-anak mendewasa Dari dungu menjadi cikgu Dari serba kur