Skip to main content

Rumah itu

Ada sebuah rumah yang luar biasa rekaanya, sungguh indah.
Rumah itu terbahagi kepada beberapa ruang, seperti kebiasaan sebuah rumah.
Bergantung pada pergerakan dalam rumah tersebut, luaranya berubah-rubah.

Sewaktu awal terbinanya rumah itu, kebersihan dan keindahan selalu terjaga.
Lamannya indah tanpa cela
Malam-malamnya bersinar bagai mutiara bercahaya
Ruang dalam menjanjikan kehidupan yang sungguh selesa
Ah, sungguh... rumah itu idaman sesiapa.

Namun rumah itu, sampai bila-bilapun tuanya tetap sama.
Rumah itu miliknya atas nama dan nyata, sekalipun kadang-kadang dia merasa jemu.
Semakin lama dia menghuni rumah itu semakin banyak perubahan yang berlaku

Ada masa,dia sungguh malas mengemas rumah itu
Dibiar dipenuhi habuk dan debu
Namun, pabila nafas menjadi sebu
Baharulah tersedar lantas menyapu

Tidak kurang juga hari-hari yang dia menjadi rajin tidak menentu
Tidak dibiar sebarang sawang mahupun debu
Digilap segala perabot dan pasu
Dihias dinding dengan lukisan-lukisan mahal dan baru

Pelbagai manusia datang dan berlalu
Ada yang hanya sebentar bertamu
Ada juga yang lama menumpang
Tidak kurang ramai yang sering lalu lalang
Pernah rumah itu menjadi persinggahan lama seseorang
Sehingga seolah-olah telah menguasai sebuah ruang

Namun sayang...
Ruang yang diberi milik menjadi tidak terurus
Dicemari dengan sampah dan hingus
Lalu, dia pemilik rumah menyuruh berambus
Kerana jika dibiar, dalam kotoran rumah itu terkambus

Dibalik rasa jemu dengan rumah itu, semakin hari semakin sayang
Semenjak perginya orang menumpang
Dia si pemilik rumah tinggal seorang
Menghabiskan masa menggilap kesan kotoran hingga hilang

Rumah itu kembali menjadi terang
Dia merasa sungguh indah dan tenang
Tak perlu lagi menegur dan mengarah orang
Semata-mata untuk menjaga sebuah ruang

Rumah itu kini indah
Ya, sekali sekala apabila malasnya tiba
Adalah sedikit dua celanya
Namun kemudian sedaya upaya dicuci semula
Dia menjadi semakin rajin menjaga
Cuma kadangkala kemalangan kecil terjadi jua
Seperti, tertumpahnya secawan kopi di ambal putih di tepi meja

Juga...
Dia semakin suka membiarkan lamannya merimbun
Dengan dipenuhi bunga pelbagai warna dan juga daun
Sehingga tersembunyi dalam indahnya samun

Masih ramai manusia yang lalu lalang
Cuma sudah tidak ramai yang memandang
Kerana yang terlihat, hanya pohonon yang menghutan
Bukan rumah yang mempesonakan

Dia tidak peduli
Kerana baginya, pasti..pasti nanti
Ada yang bakal lalu dan terhenti
Menyaksi sebuah rumah di balik laman misteri

Cuma.... sekali lagi cuma...
Kadang-kadang, dia merasa sunyi
dan sebuah ruang yang dijaga dan dikunci rapi
minta diisi...

Kiambang
07102009

Comments

  1. Assalamualaikum wbt.

    Rumah siapakah itu yang dibiarkan semak samun.

    ReplyDelete
  2. Wslm... rumah itulah... org itu.. tp bukan semak samun ya! samun yang indah... tak semak pun~

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

To Erthe

A promise was made here to a man thousands miles yonder my monotonous ode to him goes unsung in the wind A handful of hopes is hard to cope A brimming love fits like a glove Head and heart finally concurred These hands shall eventually join I chose him, for the same reason Luna chooses Erthe, and stays O thee, my centre of gravity A Divine decreed, oh! what a wonder! Accept me in darkness, see me clearer I shall be around, till heaven asunder. ................................................... My nerves are all jittery My eyes are watery Oh! Am I crying or indeed laughing Is this not what I've been wanting

Ayah

  Ayah, Begitu mudah, Memanggil mu, suatu ketika itu. Di situ, setia menunggu, anak mu Bercerita, bercoleteh bagaikan tok guru Tersenyum, gurau mu mencuit hati ibu.   Ayah, Dalam semalam, Ada dendam yang tidak pernah padam Saat tangan mu ku genggam Melafazkan kata seberat alam Melihat mata mu terpejam   Ayah, Begitu sepi, Panggilan itu, saat ini. Tiada lagi yang menanti, Tiada lagi yang mengerti, Kau telah pergi Ke negeri abadi.   Ayah, Pergi mu mudah Pusara mu indah Pada nisan tidak bernama Pohon melur mekar berbunga Ku panjatkan doa Agar disana, Luas taman mu, Indah perhiasan mu, Aman pendamping mu Tenang lah rohmu, Sedang kami, didakap rindu.   Hingga kita bertemu lagi, Di bawah rahmat Ilahi.     Salam Akhir Ramadhan 1443 Hijrah

Eucalyptus; A ghost.

In the deep dark of the dead dawn A forest of grief has grown Rest in rage, a corpse of Eucalyptus slow dancing in a hiatus The moon up so high in the sky hides his eyes away behind lashes of a shameful decay refuses to see how her body sways The riot rhythmic moves of her stained feet mopping the floor of the rooted, tangled deceit the dusty ashes of her lost sanity appeals for a fleet I remember how she opens her eyes when she cries Trying to roll back the tears forming a lake beneath her bosoms Her white porcelain skin benumbed by the gloom of doom Her torn red frolic dress falls revealing her sanctum; a heart as hollow as a phantom I remember her crooked brown brows as her emotion frowns, with arms hugging her disowned broken boughs thick black blood runs from her mind to her chin and she grins as she mouths the word 'sin'. She dances to direction of the ocean of tears and blood of the ancient mourners She sinks deeper as she cries...