Skip to main content

Gila kamu manusia!

berjalan jenuh
langkah rapuh
tawa pun membunuh

aku di sini dengan secangkir kopi dingin
kurang gula kurang rasa

menghendap manusia dari balik jendela
kamar separuh usia

di celah rakusnya asmara
setetes setia pun tidak ada
diamukan bait cinta
bertebaran rembesan dusta

berlari dengan langkah mati
setempat ke mana pun tak pergi
mencuba menggapai rasa
terlupa hati itu tiada

apa rasa yang masih bersisa
apa manusia hanya nyawa
berkelana di bawah purnama
mata buta, tongkat pula tiada
deria maha dusta, minda hanya gila

hah! keluh sesesat kembara
kita ini sebenarnya apa
debunga ditari pawana
berterbangan entah ke mana
atau sejenazah kiambang
di telaga kontang belakang agam usang

rata-rata terus merayap
ingin terbang tak punya sayap
bukanlah bengap
tapi langitnya terlalu rapat meranap
lalu akal pun terperap
sememangnya, akhirnya... bodoh sanggap
bodoh segenap!

kata dengan rima di balik jendela
menyundal bahasa adab bicara
bukan aku mempersenda manusia
sedang aku tidak tahu manusia itu apa

aku cuma punya mata
yang bukan di kepala
tetapi di mana-mana
menilai dosa pahala
dan terus mendamba
sesudu gula.

aku tidak gila.



mungkin cuma tikus yang tidak dipelihara




da! aku tipu saja.

haha..maaf, terlalu biasa ketawa sama kamu manusia.


Comments

Popular posts from this blog

The Day I Thought I Liked You (Love in Laugh and Loo)

The day I thought I liked you All the tweak and twist at the corner of your face seemed like a smile to me The actual profuse smiles of yours, were like stars that rained upon me Your eyes twinkled like glitters from a fairy’s wand, waving sending me spinning in a galaxy of a romantic hope Hope and belief, that I liked you The day I thought I liked you Your laughter sounded like rhythm of the ocean waves Full of energy from an orgy of the marine life dancing in carousel at the deep of your soul Your boisterous mirth in the loudness of a masculine voice tickled me like a mermaid’s hand carousing a harp made of wind howl then I laughed with you and thought I really liked you The day I thought I liked you Your sorrow was painful but beautiful Every crack in your voice when you spoke of your sadness was like the thumping sound of an angry angel’s singing, sending a throbbing shock to my heart, grasping with ...

Eucalyptus; A ghost.

In the deep dark of the dead dawn A forest of grief has grown Rest in rage, a corpse of Eucalyptus slow dancing in a hiatus The moon up so high in the sky hides his eyes away behind lashes of a shameful decay refuses to see how her body sways The riot rhythmic moves of her stained feet mopping the floor of the rooted, tangled deceit the dusty ashes of her lost sanity appeals for a fleet I remember how she opens her eyes when she cries Trying to roll back the tears forming a lake beneath her bosoms Her white porcelain skin benumbed by the gloom of doom Her torn red frolic dress falls revealing her sanctum; a heart as hollow as a phantom I remember her crooked brown brows as her emotion frowns, with arms hugging her disowned broken boughs thick black blood runs from her mind to her chin and she grins as she mouths the word 'sin'. She dances to direction of the ocean of tears and blood of the ancient mourners She sinks deeper as she cries...

cinta

Usia tidak seharusnya membataskan cinta. sering yang tergambar pada citra itu teruna dan dara yang baru mengenal rasa sedang itu, jauh dari dari pengertianya sedang cinta itu tidak dibatasi apa-apa mahupun siapa, mahupun bila, mahupun usia cinta sering terlihat pergi sedang dia masih di  situ terlipat dalam lipatan masa dan kekalutan kehidupan dia duduk di situ menyaksikan wujudnya terlupakan cinta tidak mati, tetapi menjadi saksi  pada kedut di tangan mengiringi suapan makan  pada getar bicara mengepung air mata pada keruh keringat mencari nikmat pada kaku ucapan menahan perasaan dan pada diam yang tidak pernah padam cinta itu ada, cuma bayangnya tiada.