Skip to main content

antara aku dan matahari

hari ini, aku bertembung dengan matahari
sungguh indah wajah berseri-seri
padanya, sebaris senyum ku beri
lalu ku tanya khabarnya pelangi

si matahari terhenti
senyumnya tiba-tiba mati
dan tiada jawab diberi

lalu sekali lagi,
aku bertanya...
"hei matahari apa khabar pelangi?"

lembut, bahuku dipaut
pandangan kami bertaut
lalu matahari mula menyahut

"aku datang padamu, dinginmu ku selimut...
dan cahaya ku kau sambut... tapi mengapa..
mengapa pelangi yang sering kau sebut..???
sedang datangnya selepas ribut,
juga dia memerlukan aku untuk berpaut"

pada seraut wajah matahari ku renungi
rasa bersalah mula memenuhi
namun aku reda sendiri
lalu bicara ku lagi...

"hei matahari, bukankah kau bagiku selalu di sisi?
bukankah, kau akan sering kembali?
bukankah pabila kau pergi, aku menyeru kau kembali?"

"hei matahari, aku tidak perlu bertanya tentang dirimu
kerana kau selalu ada
kerana sinar mu tidak akan reda...
sedang pelangi, datangnya sekali-sekali
belum reda rindu sudah dia pergi..."

awan putih di sisi matahari berhenti menari
datang awan hitam bersilih ganti
membawa pergi si matahari
semuanya... tiba-tiba terhenti.

lalu
menangis langit atas kebiadaban seorang manusia
yang sering mendambakan yang tiada.

sungguhpun matahari sembunyi diri
namun aku masih tidak peduli
sebaliknya berpesta dirimbuni hujan yang tak mahu henti
lalu didatangkan pelangi
supaya damai sebuah rindu di hati...

dan...
saat aku menatap pelangi
hatiku merindui matahari.

kiambang
19102009

::kita sering tidak menghargai segala perkara yang ada di sisi..biarpun selalunya, kita tahu... bahawa kita akan kehilangan apabila perkara itu tiada... seperti mana seorang teman... susah kita menghargai kerana kita tahu dia selalu ada bersama, bahkan kdg-kdg kita mengharapkan teman yg lebih baik... namun pabila tiba-tiba dia pergi, dan sekalipun yang datang lebih baik, atau lebih kita mahu.... tp pada dia, tetap akan kita rindu...
seperti, rindunya aku pada matahari::

Comments

Popular posts from this blog

The Day I Thought I Liked You (Love in Laugh and Loo)

The day I thought I liked you All the tweak and twist at the corner of your face seemed like a smile to me The actual profuse smiles of yours, were like stars that rained upon me Your eyes twinkled like glitters from a fairy’s wand, waving sending me spinning in a galaxy of a romantic hope Hope and belief, that I liked you The day I thought I liked you Your laughter sounded like rhythm of the ocean waves Full of energy from an orgy of the marine life dancing in carousel at the deep of your soul Your boisterous mirth in the loudness of a masculine voice tickled me like a mermaid’s hand carousing a harp made of wind howl then I laughed with you and thought I really liked you The day I thought I liked you Your sorrow was painful but beautiful Every crack in your voice when you spoke of your sadness was like the thumping sound of an angry angel’s singing, sending a throbbing shock to my heart, grasping with ...

Eucalyptus; A ghost.

In the deep dark of the dead dawn A forest of grief has grown Rest in rage, a corpse of Eucalyptus slow dancing in a hiatus The moon up so high in the sky hides his eyes away behind lashes of a shameful decay refuses to see how her body sways The riot rhythmic moves of her stained feet mopping the floor of the rooted, tangled deceit the dusty ashes of her lost sanity appeals for a fleet I remember how she opens her eyes when she cries Trying to roll back the tears forming a lake beneath her bosoms Her white porcelain skin benumbed by the gloom of doom Her torn red frolic dress falls revealing her sanctum; a heart as hollow as a phantom I remember her crooked brown brows as her emotion frowns, with arms hugging her disowned broken boughs thick black blood runs from her mind to her chin and she grins as she mouths the word 'sin'. She dances to direction of the ocean of tears and blood of the ancient mourners She sinks deeper as she cries...

cinta

Usia tidak seharusnya membataskan cinta. sering yang tergambar pada citra itu teruna dan dara yang baru mengenal rasa sedang itu, jauh dari dari pengertianya sedang cinta itu tidak dibatasi apa-apa mahupun siapa, mahupun bila, mahupun usia cinta sering terlihat pergi sedang dia masih di  situ terlipat dalam lipatan masa dan kekalutan kehidupan dia duduk di situ menyaksikan wujudnya terlupakan cinta tidak mati, tetapi menjadi saksi  pada kedut di tangan mengiringi suapan makan  pada getar bicara mengepung air mata pada keruh keringat mencari nikmat pada kaku ucapan menahan perasaan dan pada diam yang tidak pernah padam cinta itu ada, cuma bayangnya tiada.