Skip to main content

aku yang rindu

apa khabar bangsaku
sayup suara kau lagukan bernada sayu
apa berita gembira dicanang hanya palsu
gembar-gembur anakmu menjadi wira melayu
apa semua hanya tokong batu
sekadar gah untuk sejeda waktu
lalu dikubur di dalam kuil berdebu

dari intaian rindu aku menatap
redup wajahmu mamanggil ratap
pada belikat cita-cita yang ranap
dipendam mimpi menjadi misteri
menjelma karutan mistik nan ngeri

tamadun menua tanpa jiwa
ruhmu koma dalam dakapan masa
tinggal jasad kosong tiada makna
keris sakti sekadar pusaka
tersisip rapi tiada gunanya

pundak mu tegak tak mampu berpencak
wajahmu mu segak tingkahmu tidak bijak
suara mu lunak lagumu tidak enak
ke mana gah keramat dicampak
mengapa sumpah tidak ditebak

gemiring air matamu tak terseka
mengapa dibiar laknat menyiksa
sedang kau punya asa dan daya
menyeru pulang ruhmu nan mulia

pangku wajahmu nan layu
tak ke puncak ratapmu itu
andai ayun langkah tidak menyatu

bangsaku
teriakmu biar gentar beribu batu
khidmatmu biar ke segenap benua bertamu
namun jangan buru disaba nafsu
rebahkan pada pedoman yang satu

apa khabar bangsaku
sekalung doa dari aku yang rindu
moga senyum hadir pada seraut wajah itu.

-kiambang-
1237am 18062008
melbourne

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ayah

Malam-malam yang kelam Degil mata tidak mahu pejam Dipasak anak mata pada atap berwarna suram Direnung dinding kayu berselumbar tajam Ditatap almari kelabu bercorak hitam Dibolak balik badan di atas tilam Ayah masih berjaga di larut malam Semalam, ayah melakar sebuah kisah Sekajang memoir bertinta darah Seraut perjuangan menjadi sejarah Namun, sejarah itu menjadi khazanah Tersimpan di cerok rumah Terkambus dan tetimbus dek tanah Tanpa cangkul di tangan Ayah mengali semula kenangan Berputar ligat di enjin fikiran Menyelak helai-helai perjuangan Merungkai simpul-simpul pengorbanan Mengusap luka-luka yang terkesan Bukti cinta yang tak dimengertikan Pada lewat usia meniti senja Ayah menyaksi negara merdeka Dari sebangsa kini tiga warna Dari berbasikal kini berkereta Dari tanah merah kini jalan raya Dari rumah papan kini berbatu bata Ayah kerut dahi tertanya-tanya Apa ini benar-benar kita? Pada lewat usia meniti senja Ayah menyaksi anak-anak mendewasa Dari dungu menjadi cikgu Dari serba kur

The Day I Thought I Liked You (Love in Laugh and Loo)

The day I thought I liked you All the tweak and twist at the corner of your face seemed like a smile to me The actual profuse smiles of yours, were like stars that rained upon me Your eyes twinkled like glitters from a fairy’s wand, waving sending me spinning in a galaxy of a romantic hope Hope and belief, that I liked you The day I thought I liked you Your laughter sounded like rhythm of the ocean waves Full of energy from an orgy of the marine life dancing in carousel at the deep of your soul Your boisterous mirth in the loudness of a masculine voice tickled me like a mermaid’s hand carousing a harp made of wind howl then I laughed with you and thought I really liked you The day I thought I liked you Your sorrow was painful but beautiful Every crack in your voice when you spoke of your sadness was like the thumping sound of an angry angel’s singing, sending a throbbing shock to my heart, grasping with

Ketukan

Diketuk kamar hati.... Dari jendela rasa Ku intai wajah tamu Kamu rupanya Mengapa kamu datang? Hadirmu tiada aku undang Aku larikan renung Dari wajah kamu yang mendung Tidak aku tidak, mahu memandang Tapi mengapa? Mengapa di hati wajah terbayang? Diketuk kamar hati... Tidak aku tidak, buka pintunya lagi Kerana bersama kamu, tiada hadir pasti Bahawa seruang kecil hati ini Bisa kamu miliki. -kiambang- 06082008 :: Sebuah puisi lama, ketemu dalam nota...