Skip to main content

Panglima Helang

Tersebut al-kisah seorang panglima
Masyur bukan kerana pencak
Namun luhur budi dan akhlak

Panglima berguru tak pernah jemu
Segala buah mahirlah sudah
Tingkah berpencak pantang dipatah
Langkah diatur bagai berhujjah

Keris dihunus membelah daratan
Namun ke tanah kakinya terkapan
Mula panglima menyimpan anganan
Ingin terbang mencapai awangan

Setelah berakhir suatu pertapaan
Maka panglima mencapai kemahiran
Tengkolok dipakai segak
Bengkung dililit kemas
Keris dilayur dupa
Maka terbanglah panglima
Terbang ke angkasaraya

Kini panglima bersama helang
Di langit biru melayang-layang
Sayup-sayup dipandang
Terkadang hilang dilindung awan
Terkadang terang disuluh mentari

Terbang panglima terbang
Namun jangan lupa menoleh belakang
Ada citra harus kau kenang
Agar sayapmu tidak pincang

Terbang panglima terbang
Jangan sanpai gugur keris di pinggang
Kelak kau hanya seekor helang
Tiada senjata hendak dijulang

Terbang panglima terbang
Pastikan tengkolok bengkung selalu tersarung
Jangan terlalu diikut angin beliung
Kelak ditiup jati dirimu nan agung

Terbang panglima terbang
Namun ingat kau harus pulang
Pulang sebagai panglima terjulang
Bukan sekadar seekor helang

-kiambang- 08

Comments

Popular posts from this blog

Ayah

Malam-malam yang kelam Degil mata tidak mahu pejam Dipasak anak mata pada atap berwarna suram Direnung dinding kayu berselumbar tajam Ditatap almari kelabu bercorak hitam Dibolak balik badan di atas tilam Ayah masih berjaga di larut malam Semalam, ayah melakar sebuah kisah Sekajang memoir bertinta darah Seraut perjuangan menjadi sejarah Namun, sejarah itu menjadi khazanah Tersimpan di cerok rumah Terkambus dan tetimbus dek tanah Tanpa cangkul di tangan Ayah mengali semula kenangan Berputar ligat di enjin fikiran Menyelak helai-helai perjuangan Merungkai simpul-simpul pengorbanan Mengusap luka-luka yang terkesan Bukti cinta yang tak dimengertikan Pada lewat usia meniti senja Ayah menyaksi negara merdeka Dari sebangsa kini tiga warna Dari berbasikal kini berkereta Dari tanah merah kini jalan raya Dari rumah papan kini berbatu bata Ayah kerut dahi tertanya-tanya Apa ini benar-benar kita? Pada lewat usia meniti senja Ayah menyaksi anak-anak mendewasa Dari dungu menjadi cikgu Dari serba kur

Ketukan

Diketuk kamar hati.... Dari jendela rasa Ku intai wajah tamu Kamu rupanya Mengapa kamu datang? Hadirmu tiada aku undang Aku larikan renung Dari wajah kamu yang mendung Tidak aku tidak, mahu memandang Tapi mengapa? Mengapa di hati wajah terbayang? Diketuk kamar hati... Tidak aku tidak, buka pintunya lagi Kerana bersama kamu, tiada hadir pasti Bahawa seruang kecil hati ini Bisa kamu miliki. -kiambang- 06082008 :: Sebuah puisi lama, ketemu dalam nota...

The Day I Thought I Liked You (Love in Laugh and Loo)

The day I thought I liked you All the tweak and twist at the corner of your face seemed like a smile to me The actual profuse smiles of yours, were like stars that rained upon me Your eyes twinkled like glitters from a fairy’s wand, waving sending me spinning in a galaxy of a romantic hope Hope and belief, that I liked you The day I thought I liked you Your laughter sounded like rhythm of the ocean waves Full of energy from an orgy of the marine life dancing in carousel at the deep of your soul Your boisterous mirth in the loudness of a masculine voice tickled me like a mermaid’s hand carousing a harp made of wind howl then I laughed with you and thought I really liked you The day I thought I liked you Your sorrow was painful but beautiful Every crack in your voice when you spoke of your sadness was like the thumping sound of an angry angel’s singing, sending a throbbing shock to my heart, grasping with